Dari beberapa post belakangan, terlihat jelas kalau saya meyakini bahwa industri gaming di Indonesia memilik potensi yang luar biasa untuk dikembangkan.
Jadi, itu alasannya kenapa Dymension Gaming Eyewear ada?
Tentu bukan.
Serius, saya aja baru sadar akan potensi tersebut setelah kecemplung beberapa bulan setelah brand ini lahir.
Alasan utamanya berasal dari keresahan diri sendiri; mata jadi mudah perih kalau kelamaan natap layar laptop.
Apa karena pemakaian gadget dalam sehari jadi lebih intensif? Atau mata saya udah gak lagi muda?
Ah sudahlah…
Yang penting saat itu saya sudah sadar kalau waktunya cari solusi yang tepat.
“Berarti harus kurangin durasi natap layar digital”
Itu doang solusi yang saya pikirkan waktu itu.
Gak tau menau tentang efek samping HEV blue light, gimana cara cegahnya, apalagi tau kalau ada kacamata yang bisa ngatasin itu semua.
Tapi jadi bingung juga, aktivitas gadget mana yang harus dikurangin?
Hiburan satu satunya yang saya punya ya cuma dari video game aja atau gak nonton YouTube.
Sampai akhirnya…
Ketika saya lagi nonton salah satu gaming streamer pada malam itu.
Ada satu penonton yang nanya begini ke streamer tersebut…
“Bang itu kacamatanya kok kuning?”
Di titik inilah saya baru ngerti dengan keberadaan kacamata gaming sebagai aksesoris wajib buat kita yang gemar bermain game.
Apalagi yang dipakai oleh streamer tersebut adalah kacamata gaming dengan lensa berwarna Amber.
Ya, apalagi kalau bukan Razer Gunnar.

Keluhannya juga serupa dengan yang saya alami, mata gampang perih karena layar digital.
Sudah excited mau beli produk serupa, tapi dihalangi oleh harga yang kurang bersahabat dengan kantong saya.
Waktu itu saya cek 1 pasang kacamata Razer Gunnar dibanderol dengan harga sekitar USD 99.99 atau sekitar 1.5 juta Rupiah.
Wah, belum lagi plus ongkirnya ke Indonesia, bisa bisa 2 juta habis cuma buat kacamata gaming doang.
Sebagai orang yang bukan pengguna kacamata (mata saya normal no minus, no plus, no silinder)…
…rasanya agak sayang kalau harus keluar uang segitu besar.
Kamu merasakan hal yang sama?
Akhirnya saya putuskan untuk cari alternatifnya di marketplace sambil mendalami seputar kacamata anti radiasi.
Pilihannya banyak banget.
Modelnya cukup beragam, harganya juga bervariatif ada yang 15ribu, 100ribu, 600ribu, sampai di atas 1 juta.
Berbekal informasi yang saya kepoin selama kurang lebih 1 jam, akhirnya saya mengantongi beberapa kriteria:
- Kualitas lensanya harus premium (setidaknya kelas menengah karena ini yang menentukan fungsi utamanya)
- Model framenya cocok sama selera saya
- Harganya terjangkau
Dari sini, ada 1 lapak yang menurut saya paling cocok.
Harganya 250 ribu sampai 350 ribu, ada beberapa variasi lensa yang ditawarkan.
Sebagai mata awam, saya lihat kok lensanya sama aja antara harga harga tersebut.
Tapi setelah saya pelajari lebih lanjut, ternyata ada perbedaan di bagian persentase filter blueraynya.
250 ribu untuk filter 30%, 300 ribu untuk filter 45%, dan 350 ribu untuk filter 50%.
Semakin tinggi filternya, maka semakin menguning lensa kacamatanya.
Di titik inilah saya baru paham kenapa streamer inspirasi saya memakai warna kuning pekat.
Ternyata filter blueray yang beliau punya lebih tinggi (sekitar 65%).
“Pantas harganya mahal”, gumam saya waktu itu.
Oh ya, saya beli yang menengah waktu itu, filter 45%.

Begini kurang lebih perbedaannya.
Lensa atas adalah VIPER Series sebagai daily driver saya pribadi dengan filter 35%.
Lensa bawah yang saya beli di toko lain seharga 300rb dengan daya filter 45%.
Perbedaannya gak terlalu signifikan kalau difoto pakai kamera hp, tapi cukup signifikan kalau kita pakai sendiri.
Anyway, setelah dipakai beberapa hari, efeknya benar benar terasa.
Mata jadi lebih adem pas liat layar monitor dan jarang banget mata saya jadi perih.
Sayangnya setelah kurang lebih 2 bulan berlalu, kacamata 300 ribu tersebut harus kandas karena masalah di bagian engsel sehingga patah dan sulit diperbaiki.
Dugaan saya karena keseringan dijepit dengan headset gaming yang cukup besar ukurannya.
Inilah yang gak saya pertimbangkan waktu pertama kali mau beli…
Durability alias daya tahannya.
Keresahan melahirkan modal utama
Mulai dari titik ini, saya semakin tertarik untuk mempelajari tentang kacamata anti radiasi.
Memang banyak pilihan di pasar sana, tapi kok ada 1 yang mengganjal hati saya…
Kacamata dengan harga yang terjangkau (200 – 300 ribu rupiah)…
…kok modelnya mirip semua?
Jenuh rasanya.
Dari kriteria sebelumnya, saya modif beberapa poin yang akhirnya menjadi acuan Dymension lahir di industri gaming Indonesia:
- Build quality harus solid, baik dari segi lensa, frame, dan engsel. Biar fungsional dan awet!
- Model framenya harus simpel, gak norak, tapi tetap kelihatan premium seperti kacamata sekelas 1.5 juta rupiah
- Harganya terjangkau (200 ribu – 600 ribu)
- Ringan dan nyaman dipakai dengan headset gaming
- Variasi filter blueray sesuai dengan kebutuhan pengguna
Pada Desember 2021, akhirnya Dymension Gaming Eyewear mulai menapaki industri ini dengan seri pertamanya, Perseus Series.

Dari sini, kamu pasti udah bisa nebak kan kenapa ada lensa berwarna amber?
Ya, selain karena filter blueraynya yang lebih tinggi dan langka di pasaran, tentu saja kacamata lensa amber yang menjadi inspirasi pertama saya kenal dengan kacamata gaming.
Seri pertama ini sungguh menggambarkan apa adanya Dymension waktu itu.
Seluruh kriteria 5 poin tadi saya coba masukkan di seri Perseus ini meski dengan segala keterbatasannya.
Sederhana tapi bermakna.
Lahirnya VIPER Series sebagai seri kedua menggambarkan kesan yang lebih sporty, cocok buat gamers sejati.
Sedangkan ENIGMA di seri ketiga nanti bakal punya kesan yang casual dan santai… gamer girls mungkin?
Tunggu tanggal mainnya.

Jujur, saya masih belum kepikiran akan seperti apa model di seri keempat atau kelima nanti.
Tapi yang jelas…
Saya dan tim berkomitmen bakal terus kembangin Dymension biar bisa dan selalu jadi pilihan utama kacamata gaming buat para gamers dari seluruh kalangan di Indonesia.
Oh ya, kamu bisa tebak siapa streamer yang saya maksud?
Tulis di kolom komentar ya.
Photo by Higor Hanschen on Unsplash